Selasa, 22 Februari 2011

Pertolongan Pertama pada Kecelakaan


PENDAHULUAN

           Penanganan trauma umumnya bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan menyembuhkan. Seperti kita ketahui, dalam penanganan trauma di kenal primary survey yang cepat dilanjutkan resusitasi kemudian secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Pada primary survey dikenal sisitem ABCDE(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure/ Enviromental control) yang disusun berdasarkan urutan prioritas penanganan . Jadi prioritas utama penanganan adalah keadaan menjamin jalan nafas terjaga adekuat. Oleh karena itu, trauma jalan nafas adalah keadaan yang memerlukan yang cepat dan efektif untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan.
            Pengelolaan penderita dengan luka parah memerlukan penilaian yang cepat dan tepat. Penilaian awal ini meliputi tahap persiapan,trease, primary survey, resusitasi, adjunct,secondary survey,reevaluasi, dan terapi definitif(American College, 1997). Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi kesemuanya berakhir pada satu hasil akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama ke otak dan jantung. Pencegahan hipoksemia memerlukan airway yang terlindungi, terbuka dan ventilasi yang cukup yang merupakan prioritas yang harus didahulukan keadaan lainnya(European Resusitasion, 2003). Persiapan penderita berlangsung dari fase pra rumah sakit hingga ke fase rumah sakit. Pada fase pra rumah sakit, titik berat diberikan pada penjagaan saluran nafas, kontrol pendarahan dan syok, immobilisasi penderita, dan segera ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas yang memadai. Persiapan pada fase rumah sakit mencakup persiapan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang diperlukan untuk resusitasi.

Penilaian primary survey berpatokan pada urutan ABCDE :
A airway (jalan nafas)
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrillation (terapi listrik)
E exposure (environmental control)
(American College, 1997)






INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAANNYA
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment   ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

I. PERSIAPAN

A. Fase Pra-Rumah Sakit
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

B. Fase Rumah Sakit
1. Perencanaan sebelum penderita tiba                                                                                            2. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau                                                                                                                                             3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau
4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE

            Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :

A. Multiple Casualties
           
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

B. Mass Casualties

            Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
A. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
B. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
C. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi
D. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi(American College, 1997)






III. PRIMARY SURVEY

            Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien, bertujuan untuk mengidentifikasi secara cepat dan sistematis dan mengambil tindakan terhadap setiap permasalahan yang mengancam jiwa(European Resusitasion, 2005)

            Primary survey harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap trauma dapat terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa(Wilkinson, 2000).

Hal tersebut mencakup:
• Airway
Nilai jalan napas. Dapatkah pasien berbicara dan bernapas dengan bebas? Bila ada sumbatan, langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
- Chin lift/jaw thrust (lidah melekat pada rahang)
- Suction (bila tersedia)
- Guedel airway/nasopharyngeal airway
- Intubasi. Pertahankan posisi leher dalam keadaan immobile pada posisi netral.
• Breathing
Breathing dinilai sebagai bebasnya airway dan adekuatnya pernapasan diperiksa kembali. Bila tidak adekuat, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Dekompresi dan drainase dari tension pneumothorax/haemotrhorax
- Penutupan trauma dada terbuka
- Ventilasi artificial
- Berikan oksigen bila tersedia
• Circulation
Nilai sirkulasi, sebagai supplai oksigen dan bebasnya airway, dan adekuatnya pernapasan diperiksa kembali. Bila tidak adekuat, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Hentikan perdarahan eksternal
- Pasang 2 IV line berkaliber besar (14 atau 16 G) bila memungkinkan
- Berikan cairan bila tersedia
• Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale, maka sistem AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat:
- Awake (A)
- Verbal response (V)
- Painful response (P)
- Unresponsive (U)
• Exposure
Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka. Bila pasien disangkakan mengalami trauma leher maupun spinal, immobilisasi dalam suatu garis lurus sangat penting(Wilkinson, 2000)
Manajemen Airway

Prioritas utama adalah membuat atau memelihara airway yang bebas.
- Berbicara pada pasien
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas pasti memiliki airway yang bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin saja membutuhkan bantuan airway dan ventilasi. Vertebra cervical harus dilindungi selama dilakukannya intubasi endotracheal bila diduga adanya trauma kepala, leher atau dada. Penyumbatan airway paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada pasien-pasien yang tidak sadarkan diri(Wilkinson, 2000).
check response shout for help
Open airway check breathing
A. Penilaian

            Setelah menilai kesadaran, maka penolong harus dengan segera dapat menilai fungsi jalan napas. Pada korban yang sadar dan dapat bersuara, jalan napas biasas dikatakan bebas atau tidak ada gangguan. Pada korban yang tidak mengeluarkan suara atau tidak sadar, maka penilaian jalan napas dapat dilakukan dengan :

- Look (lihat)
Melihat langsung ke rongga mulut ada atau tidaknyanya sumbatan pada jalan napas.
- Listen (dengar)
Mendengarkan suara napas korban. Adanya snoring atau gurgling.
- Feel (rasakan)
Merasakan dengan pipi atau punggung tangan adanya hembusan napas dari korban.
B. Sumbatan jalan napas

            Sumbatan jalan napas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan napas total atau parsial.

1. Obstruksi Total

            Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu tersangkut dan menyumbat dipangkal laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.
• Bila penderita masih sadar

            Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun tidak ada ventilasi)

• Bila penderita ditemukan tidak sadar

            Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadapa ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentkan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang epiglottis.

2. Obstruksi Parsial

            Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya masih bisa bernapas sehngga timbul berbagai macam suara, tergantung penyebabnya :

• Cairan (darah, secret, aspirasi lambung)

            Timbul suara “gurgling”, suara bernapas bercampu suara cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan pengisapan.

• Lidah yang terjatuh kebelakang

            Keadaan ini bisa terjadi karena tidak sadar atau patahnya rahang bilateral. Timbul suara mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan Airway, secara manual atau dengan alat.

• Penyempitan di laring atau trakea

            Dapat disebabkan udema karena berbagai hal ( luka bakar, radang, dsb) atapun desakan neoplasma. Timbul suara “crowing” atau stridor respiratori. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway distal dari sumbatan, misalnya dengan Trakeostomi.
C. Kontrol Servikal

            Berbagai usaha dapat dilakukan dalam membebaskan jalan napas sesuai dengan jenis sumbatanya. Tapi perlu diingat bahwa sebelum melakukan berbagai tindakan pada jalan napas, terlebih dahulu dilakukan adalah C-spine control. Kemungkinan adanya cedera leher- ditandai dengan jejas atau tanda trauma di daerah atas os clavicula termasuk di kepala- harus diwaspadai. Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.

            Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menghgunakan kedua tangan atau paha penolong ( jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control pada jalan napas korban.
D. Pengelolaan jalan napas

            Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas akibat lidah jatuh kebelakang adalah sebagai berikut :

- Head Tilt (ektensi kepala)
            Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada dalam posisi yang lurus dan terbuka. Tindakan ini tidak dianjurkan lagi karena besarnya pergerakan yang ditimbulkan pada servikal.

- Chin Lift (angkat dagu)
            Mengangkat dagu menggunakan jari dengan maksud lidah yang menyumbat jalan napas dapat terangkat sehingga jalan napas terbuka. Jika dilakukan dengan bener cara ini tidaka akan banyak menimbulkan gerakan pada servikal.

- Jaw Thrust (mendorong rahang)
Mendorong mandibulan (rahang) korban kea rah depan dengan maksud ynag sama dengan chin lift. Mandibula diangkat ke atas oleh jari tengah di sudut rahang (angulus mandibula), dorongan di dagu dilakukan dengan menggunakan ibu jari, dan jari telunjuk sebagai penyeimbang di ramus mandibula.
- Orofaringeal Airway ( Guedel)
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Oropharygeal Airway dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di belakang lidah.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas pada sumbatan yang disebabkan oleh cairan adalah sebagai berikut :

- Finger Sweep
Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak sadar. Pada tindakan ini, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda padat atau cairan yang mengganggu jalan napas. Telebih dahulu mulut koban dibuka dengan menggunakan maneuver chin lift atau jaw thrust, atau dapat pula menggunakan finger cross-menyilangkan telunjuk dan ibu jari untuk membuka mulut korban untuk mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan bahan yang mudah menyerap cairan. Jangan memasukkan jari terlampau dalam karena bisa menimbulkan rangsangan muntah.
- Suction
Dapat dilakukan dengan kateter suction atau alat suction khusus seperti yang dipakai di kamar operasi. Untuk cairan (darah, secret, dsb) dapat dipakai soft tip tetapi unutk materi yang kental sebaiknya memakai tipe yang rigid. Di lapangan, dapat dibuat suction sederhana menggunakan spuit 10cc atau lebih besar dan selang kecil.
- Recovery Position
Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut atau jalan napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan finger sweap. Tindakan ini tidak dapat dilakukana pada korban dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang belakang, atau cedera lain yang dapat bertambah parah akibat posisi ini.
            Usaha-usaha unutk membebaskan jalan napas dari obstruksi total akibat banda asing dapat dilakukan dengan :
- Back Blow-Back Slap
Tepukan pada punggung di antara kedua scapula, dengan maksud memberikan tekanan yang besar pada rongga dada, dapat dilaukukan pada semua usia korban.
Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan dalam keadaan berdiri. Penolong menompang tubuh korban di bagian dada mengunakan tangan terkuat, tubuh korban sedikit dibungkukkan untuk memudahkan benda asing keluar melalui mulut. Pada korban tidak sadar, tepukan pada korban dapat dilakukan pada posisi korban miring stabil, dengan syarat tidak adanya cedera leher dan tulang belakang.
- Abdominal Thrust
Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan untuk memberikan tekanan pada rongga dada. Tekanan dilakukan di daerah epigastrium (daerah antara pusat dan xipoideus). Pada korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti memeluk korban dari belakang dan melakukan tekanan dengan kedua tangan kearah belakang atas. Pada korban tidak sadar, tekanan pada perut dapat dilakukan dengan menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan sudut 45 derajat ke arah belakang atas. Pertolongan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada korban anak-anak dibawah usia 8 tahun, bayi, wanita hamil, dan orang gemuk.
- Chest Thrust
Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah 2/3 strenum. Pada orang dewasa tekanan diberikan dengan bantuan berat badan penolong-sama dengan pijatan jantung luar. Sedangkan pada bayi, tekanan cukup dilakukan dengan dua jari.
            Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak dilakukan sebanyak 5 kali, setelah itu lakukan evaluasi terhadap jalan napas, jika tidak ada pebaikan, maka usaha tersebut dapat diulangi.

-Krikotiroidotomi
Tindakan pembebasan jalan napas harus senantiasa dievaluasi. Dan dilakukan dengan cepat. Jika semua tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat tindakan yang dilakukan dalah membuat jalan napas pintas pada leher. Dengan jalan membuat jalur ventilasi baru di daerah tenggorokan, diantaratulang krikoid dan tirod. Tindakan ini dikenal dengan Krikotiroidotomi.
Jika usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas dinyatakan bebas, kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan hembusan napas maka pertahankan jalan napas. Jika tidak ada hembusan napas maka segera periksa pernapasan (breathing).
- Pertimbangkan manajemen airway lanjutan
Indikasi dilakukannya teknik-teknik manajemen airway lanjutan untuk menjaga jalan napas adalah:
o Obsruksi jalan napas yang menetap
o Trauma tusuk pada leher dengan hematom (yang meluas)
o Apneu
o Hipoksia
o Trauma kepala berat
o Trauma dada berat
o Trauma maxillofacial(Wilkinson, 2000)
Obstruksi airway membutuhkan tindakan yang URGEN
Kebutuhan untuk perlindungan airway:  
Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar
Usaha nafas yang tidak adekuat
• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi
• Perdarahan
• Muntah – muntah
Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor
(American College, 1997)

Manajemen Breathing (Ventilasi)
Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi baik dari paru. Dinding thorak, dan diafragma. Pekaian yang menutupi dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan korban.
1. Penilaian
1.1 Pernapasan normal.
Kecepatan bernapas manusia adalah :
• Dewasa: 16-24 x/i
• Anak-anak: 15-45 x/i
• Bayi: 30-50 x/i
Pada orang dewasa abnormal bila pernapasan >30 x/menit atau <10 x/menit. Pernapasan umumnya torako-abdominal sedangkan pada anak-anak pernapasan abdominal lebih dominan. Bila selalu harus dipikirkan kemungkinan cedera tulang belakang.
1.2 Sesak napas
Sesak napas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka mungkin akan ditemukan :
• Penderita mengeluh sesak
• Bernapas cepat
• Pernapasan Cuping Hidung
• Pemakaian otot pernapasan
- Retraksi Suprastrenal
- Retraksi Intercostal
- Retraksi Sternum
- Retraksi Infrasternal
• Mungkin ditemukan sianosis
Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi (Look/Lihat) terhadap frekuensi pernapasan adalah penting. Apakah terdapat salah satu dari hal-hal berikut ini:
a. Sianosis
b. Trauma tusuk
c. Ada tidaknya gerakan dinding dada
d. Luka pada dada
e. Apakah ada penggunaan otot-otot pernapasan tambahan
Palpasi (Feel/Raba)
a. Pergeseran trakea
b. Fraktur costae
c. Emfisema subcutan
d. pneumothorak
Auskultasi (Listen/Dengar)
a. Pneumothorak (suara nafas menurun pada daerah trauma)
b. Deteksi suara-suara abnormal pada dada
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat)                                                                            • Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan
• Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
• Penderita tampak nyaman                                                                                                                 • Frekuensi cukup(Wilkinson, 2000)

Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat
• Gerakan dada kurang baik
• Ada suara nafas tambahan
• Sianosis
• Frekuensi kurang atau lebih
• Perubahan status mental (gelisah)

Tanda-tanda tidak adanya pernafasan
• Tidak ada gerakan dada atau perut
• Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung
• Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung(Stewart, 2005)
Manajemen sirkulasi
Setelah melakukan penangan pada system pernapasan, system sirkulasi dapat segera dinilai dengan cara :

- Memeriksa denyut nadi ( radialis atau carotis )
Pada orang dewasa dan anak-anak, denyut nadi diraba padaarteri radialis dan arteri caritis (medial dari M. Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200 kali/menit sedangkan pada anak-anak adalah 60-140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda diagnostic yang buruk.
- Menilai warna kulit
- Meraba suhu akral dan kapilari refill
- Periksa perdarahan
Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian terhadap adanya masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan napas dan system pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi carotis dapat pula teraba.
Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan. Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap terjadinya shock. Penangana luka secara baik dilakukan setelah korban stabil.
Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut, maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP, CPR)

Circulation dengan kontrol perdarahan

1.Penilaian
- Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
- Mengetahui sumber perdarahan internal
- Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya   pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
- Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
- Periksa tekanan darah

2.Pengelolaan
-Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
- Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.
- Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
- Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
- Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
- Cegah hipotermia (Wilkinson, 2000)

3.Evaluasi
Pengertian Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakangawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
Indikasi melakukan RJP :

- Henti napas (apnue)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen didalam tubuh akan menberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bsils perlangsunagnnya lama akan memberikan kelelahan pada oto-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSp dengan menekan Pusat napas. Keadaan ini dikenal sebagai henti napas.
- Henti jantung (Cardiac arrest)
            Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi9 agar darah dapat dipompa keluar darijantung ke seluruh tubh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali didalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (Cardiac arrest).
Langkah-langkah yang harus diambil sebelum memulai resusitasi jantung paru (RJP)
a. Penentuan tingkat kesadaran ( Respon Korban)
Dilakukan dengan menggoyangkan korban dan mengajak berbicara . Bila korban menjawab,maka airway dalam keadaaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka segera ambil tindakan
b. Memanggil bantuan (call for help)
Memanggil ambulans sesegera mungkin dengan meminta bantuan kepada orang-orang di sekitar anda. Jika dua penolong, satu penolong melakukan resusitasi , yang lain mencari bantuan. Jika satu penolong, lakukan resusitasi minimal 1 menit sebelum mencari bantuan
c. Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, longboard). Bila dalam keadaaan telungkup, korban dibalikan. Bila dalam keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan “log roll”
d. Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut setinggi bahu , di sisi kanan bahu korban.
e. Pemeriksaan pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik
- Tidak terlihat gerakan otot nafas
- Tidak ada aliran udara via hidung
- Tidak dirasakan hembusan nafas dari mulut dan hidung
Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengar, rasa
Bila korban bernafas, korban tidak memerlukan RJP
f. Pemeriksaan Sirkulasi
Pada orang dewasa yang tidak ada denyut nadi carotis
Pada bayi dan anak kecil yang tidak ada denyut nadi brachialis
Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
Bila ada pulsasi dan korban bernafas, nafas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernafas, nafas buatan diteruskan.dan bila tidak ada pulsasi, lakukan RJP.
- Henti napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
a. Mouth to mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai barier device (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18%.

b. Mouth to nose Ventilation
Penolong mengalirkan udara melalui hidung korban, sedangkan mulut korban yang ditutup oleh tangan penolong.
c. Mouth to stoma Ventilation
Dapat dilakukan dengan membuat krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur krikotoroidektomi tadi
d. Mouth to Mask Ventilation
Udara ditiupkan kedalam mulut penderita dengan bantuan face mask.
e. Bag valve mask Ventilation (Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan penutup masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.

f. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “OXY-viva”. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran yang diinginkan.
- Henti jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.
Lokasi titk tumpu kompresi :
• 1/3 distal sternum atau 2 jari prosikmal Procesus Xyphoideus
• Jari tengah tangan kanan diletkkan di proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti
• Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
• Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung
• Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban.
Teknik Resusitasi Jantung Paru (kompresi)
• Kedua lengan lurusdan tegak lurus pada sternum
• Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
• Tekanan tidak terlalu kuat
• Tidak menyentak
• Tidak berubah tempat
• Kompresi ritmik 100x/menit (2 pijatan/detik)
• Fase pijitan dan relaksasi sama (1 : 1)
• Rasio pijat dan napas 30 : 2 ( 30 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
• Setelah 4 kali siklus pijatan napas, evaluasi sirkulasi.
Resusitasi jantung paru pada bayi (<1 tahun)
• 2-3 jari atau kedua ibu jari
• Titik kompresi pada 1 jari dibawah garis yang menghubungkan kedua papilla mamae tegak lurus sternum
• Kompresi sedalam 1,5-2,5 cm
• Kompresi ritmik 5 pijatan/3 detik atau kurang lebih 100x/menit
• Rasio pijat napas 5 : 1
• Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Resusitasi jantung paru pada anak-anak (1-8 tahun)
• Satu telapak tangan
• Titik kompresi pada satu jari di atas proc. xypoideus

Pijat jantung dan napas buatan dihentikan jika :
• Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
• Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
• Bantuan sudah datang
• Teraba denyut karotis( European Resusitasion, 2005)
Disability
Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran , serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah metode AVPU.
A: Alert (sadar)
V: Verbal/Vokal. Respons terhadap rangsangan vokal
P: Pain. Respons terhadap rangsangan nyeri
U: Unresponsive. Tidak bada respons.
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem scoring yang sederhana dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau penurunan perfusi otak, ataupun disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia ataupun hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, dan bukan alkoholisme, sampai terbukti sebaliknya.

Permasalahan:
Walapun sudah dilakukan segala usaha pada penderita dengan trauma kapitis, penurunan keadaan pada penderita dapat terjadi, dan kadang terjadi dengan cepat. Lucid intervaL pada perdarahan epidural adalah contoh penderita yang sebelumnya masih dapat berbicara tapi sesaat kemudian meninggal. Diperlukan evaluasi ulang yang sering untuk dapat mengenal adanya perubahan neurologis. Mungkin perlu kembali ke primary survey untuk memperbaiki airway, oksigenasi dan ventilasi, serta perfusi. Bila diperlukan konsul sito ke ahli bedah saraf dapat dilakukan pada primary survey.
Exposure/Environment
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan yang cukup hangat, dan diberikan cairan intra vena yang sudah dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas kesehatan.
Permasalahan:
            Penderita trauma mungkin datang ke ruang operasi sudah dalam keadaan hipotermia, dan kemungkinan diperberat dengan resusitasi cairan dan darah. Masalah seperti ini sebaiknya diatasi dengan control perdarahan yang dilakukan secara dini. Ini mungkin hanya dapat dicapai dengan tindakan operatif atau pemasangan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis. Usaha menjaga suhu tubuh penderita harus ilakukan dengan sungguh-sungguh(American College, 1997).

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa Map & Directions - Mapyro
    MapYRO Realtime 울산광역 출장샵 driving 여수 출장마사지 directions to Borgata Hotel Casino & Spa, 1 남원 출장마사지 Borgata 수원 출장마사지 Way, Atlantic 광명 출장샵 City, based on live traffic updates and road conditions – from

    BalasHapus